Kamis, 01 November 2018

(Part 2) Kelas Malam Minggu Bareng Daruz Armedian: Proses Kreatif Menulis Cerpen dan Puisi

Baiklah sesuai janji, berikut saya lanjutkan kembali hasil rekap obrolan kelas Malam Minggu Bareng Daruz. Langsung aja.

Simak yuk.

***

[27/10, 20:43] Hiday Nur:
Aku mau nanya juga ya Ruz. Tadi kamu dah banyak cerita tentang proses nyerpen. Kalo puisi gimana? Panutanmu siapa aja?

[27/10, 20:44] Daruz Armedian:
Sejauh ini masih Ahmad Yulden Erwin.

***

[27/10, 20:43] ‪Ferida Zuriana‬:
Kak tanya, saya punya kesulitan kalau buat cerpen itu seringkali banyak deskripsi daripada isi cerita. Gimana cara buat cerpen yang baik, isi ceritanya dapet tanpa kepanjangan deskripsinya dan membuat pembaca mudah memahami apa yang ingin disampaikan.

__________________________________________
Untuk Kak Ferida Zuriana, semoga bener ya aku baca namanya. Karena di WhatsApp tulisan namanya menggunakan huruf Katakana Jepang. ๐Ÿ˜…
___________________________________________

[27/10, 20:46] Daruz Armedian:
Oh ya. Ini biasanya memang penyakit yg menjangkiti para pemula. Seperti aku juga. Biasanya, orang seperti kita ini kalo nulis cerpen ingin seeeeemuuaaanya diceritakan. Contohlah, untuk menulis Budi telat berangkat ke sekolah. Tapi yang kita tulis adalah, Budi bangun tidur, cuci muka, gosok gigi, sarapan, mandi, dll.

[27/10, 20:47] Daruz Armedian:
Untuk menanggulangi itu, kita perlu sadar dulu kalo cerpen itu cerita pendek. Alur waktu harus diringkas.

[27/10, 20:48] MS Wijaya:

Nah iya banget, kadang nulis serasa harus secara lengkap setiap kegiatannya.
Tapi pasti akan ngbosenin ceritanya. Kebanyakan deskripsi gitu.
Triknya gmn??

[27/10, 20:51] Daruz Armedian:
Aku belum menemukan trik lain selain membaca cerpen orang lain yang kuanggap maestro.

***


[27/10, 20:48] Hiday Nur:
Ruz ada yg titip tanya nih:
Nitip tanya ke Om Daruz, 
1. Apa yang bisa sangat om daruz harapkan dari tulisan-tulisan?

[27/10, 20:50] Daruz Armedian:
1. Bisa menyelamatkan hidupku sampai tua. Heuheu. Sedih lho kalau nanti tua dan sudah tidak sanggup bekerja dan harus kesepian karena ditinggal merantau anak-anaknya dan kita tidak bisa apa-apa. Bahkan tak bisa menulis.

[27/10, 20:48] Hiday Nur:
2. Apa jadinya ketika tulisan-tulisan itu tidak dapat memenuhi harapan penulisnya?

[27/10, 20:50] Daruz Armedian:
2. Ya sudah. Dibiarkan saja. Lha wong nyatanya bahasa itu rapuh kok. Kata-kata tidak mampu menanggung semua beban atau harapan penulisnya. Palingan hanya sedikit bisa menampungnya.

***

[27/10, 20:52] Hiday Nur:
Oke ada lagi yg titip tanya.
Tanya:
Bagaimana cara/teknik Daruz mengeksplore point of view versi Daruz sendiri?
Karena keren caranya memandang sesuatu, lalu dijadikan sesuatu.

[27/10, 20:54] Daruz Armedian:
Ya itu awalnya persoalan kesulitan melanjutkan cerita aja. Sebagai contoh, aku kesulitan melanjutkan cerita dengan sudut pandang Si Pemetik Anggur. Maka, di sub kedua, atau setelah jeda, aku menggunakan sudut pandang Si Anggur itu. Tapi lama-lama aku suka caraku yang seperti ini.

***


[27/10, 20:55] NAC Nissya:
Malam Kak. Aku ada beberapa pertanyaan nih. Gpp ya borong. Semoga bisa dijawab semua.

1. Tadi belum perkenalan mengenai kegiatan saat ini. Dari Mba Hiday aku mendengar bahwa Kakak seorang editor, redaktur, dan kontributor. Ini di mana sajakah?  Lalu bagaimana prosesnya bisa sampai ke sana? Menjawabnya boleh dalam bentuk cerita atau menulis essai kok ๐Ÿ˜


[27/10, 20:59] Daruz Armedian:

1. Kalau editor masih freelance. Kalau proofread, atau pemeriksa aksara, aku di penerbit Basabasi Yogyakarta (bagian dari Diva Press). Redaktur di nyonthong.com (media online berbayar, cerpen dan puisi). Sekarang web ini untuk sementara berhenti dulu. Sekarang ngurusin web tubanjogja.org.

Prosesnya, aku nerbitin buku di Basabasi, awalnya. Kemudian kenal bosnya. Kemudian diajak kerja di situ. Sebelum ini sih aku sudah kenal bosnya di kampus fiksi. Dia rektor di kampus itu.


[27/10, 20:55] NAC Nissya:

2. Dari dua kardus buku yang diberikan. Buku mana yang benar-benar menyadarkan bahwa, saat itu "gue mau nulis"? Alasannya apa? Sebutin satu buku aja, Kak.

[27/10, 21:00] Daruz Armedian:

2. Buku laskar pelangi. Udah itu aja sih waktu itu. Pengen jadi Lintang-nya. Wkwk

[27/10, 20:55] NAC Nissya:

3. Dari buku-buku yang disebutkan tadi. Buku-buku ekstrimis kanan dan kiri. Mana yang menjadi warna tulisan saat ini?  Kenapa merasa lebih nyaman untuk menulis genre tersebut? 

[27/10, 21:02] Daruz Armedian:
3. Secara pengaruh besar di tulisan gak ada. Tp pola pikir, iya. Aku jadi bisa memaklumi pemikiran yang berasal dari poros kanan dan poros kiri.

[27/10, 20:55] NAC Nissya:

4. Oiya, aku udah baca cerpennya yang berjudul "Bagaimana Kalau Kita Saling Membunuh Saja" ...Ini gila sih, tapi keren. Dapet ini nulis cerita ini dari mana? Dan apa yang dibayangkan ketika menulis ini? Pesan apa yang sebenarnya ingin di sampaikan?

[27/10, 21:02] Daruz Armedian:

4. Ini berasal dari bacaan filsafat sih. JJ. Rosseau. Homo homini lupus.

[27/10, 20:55] NAC Nissya:

5. Biasa menulis resensi dan esaai di mana, Kak?  Boleh minta link-nya? Siapa tahu bisa berkunjung. 

Terakhir. Semoga dua novel yang sudah sampai pertengahan itu segera rampung.


[27/10, 21:03] Daruz Armedian:
5. Kalau resensi kecil-kecilan ada di Instagram. Ada juga di tubanjogja.org. Aku jarang nulis resensi. Soalnya fokusku gak di situ.

[27/10, 21:10] Daruz Armedian:
Untuk gaya bahasa, aku terpengaruhi Roberto Bolano. Penulis Amerika Latin. Yang gayanya frontal banget menurutku.

***

[27/10, 21:04] Dymar Mahafa:
1. Bagaimana cara seorang penulis pemula supaya dia akhirnya bisa memunculkan gaya unik dari tulisannya/ ciri khasnya? Apa yang sebaiknya menjadi pembiasaan di awal untuk memunculkan itu?

[27/10, 21:06] Daruz Armedian:
1. Penulis pemula tidak mungkin punya gaya unik, atau yang khas dengan dirinya. Kalaupun ingin seperti itu, kebanyakan berakhir di 'tidak bisa menulis', karena terlalu banyak mikir. Baca sebanyak-banyaknya, nanti akan ada yg khas dari gaya bahasamu. Kata Luis Borges kan, di dunia ini gak ada yang berangkat dari kekosongan.

[27/10, 21:04] Dymar Mahafa:
2. Jika diberi kesempatan, apa yang pengen kamu ubah dari sistem pendidikan di Indonesia (dari sudut pandang penulis)? Dan mengapa?

[27/10, 21:08] Daruz Armedian:
2. Mewajibkan siswa baca fiksi. Fiksi memang tidak bisa mengubah tatanan masyarakat secara frontal. Tapi ia bisa mengubah pola pikir secara perlahan.

[27/10, 21:04] Dymar Mahafa:
3. Apa harapan dan pesan kamu buat para penulis pemula se-nusantara?

[27/10, 21:09] Daruz Armedian:
3. Bertindak walaupun sedikit daripada ingin berbuat banyak tapi tenggelam dalam angan-angan yang besar (KH. Zainal Arifin Thoha).

[27/10, 21:12] Daruz Armedian:
Selama ini sih kalimat itu yg jadi pegangan. Soalnya kebetulan beliau yg ngasuh Komunitas Kutub.

[27/10, 21:09] Hiday Nur:
Artinya, selama dia masih kebingungan mencari khas dirinya, dia berarti masih kurang jam terbang dalam membaca dan masih pemula?
Apa yg mengubah seorang penulis pemula menjadi layak disebut tidak pemula?

[27/10, 21:11] Daruz Armedian:
Secara garis besar, setiap orang adalah pemula. Dalam hal apa pun.

***


[27/10, 21:17] ‪Akbar Maulana‬:
Mohon izin bertanya. Saya akbar. 
Kak Daruz, apa yang kak Daruz dapat dari balai bahasa Yogyakarta? Materi dari Eko Triono dan Indra T.
Terima kasih.

[27/10, 21:19] Daruz Armedian:
Ya, gitu. Pesannya kalau disimpulkan: membacalah seperti kau mengormati ibumu. Menulislah seperti menghormati ayahmu. Artinya, membaca tiga kali. Menulis sekali.

[27/10, 21:19] Daruz Armedian:
Wkwkw

___________________________________________
Kak Daruz "wkwk"-nya nggak pernah ketinggalan, ya ๐Ÿ˜ƒ
___________________________________________

[27/10, 21:20] ‪Akbar Maulana‬:
Ada pengaruh kepada tulisan kak Daruz tidak?

[27/10, 21:21] Daruz Armedian:
Ada. Eko Triono pernah bilang, bukan tentang siapa yang memulai menulis. Tapi tentang siapa yang akan terus menulis.
Ini kupegang erat lho.

[27/10, 21:21] Daruz Armedian:
Kalau pak Indra, mengajari kesabaran bagaimana berproses.

***

[27/10, 21:19] MS Wijaya:
Selain dunia literasi, apa yg digemari kak Daruz?

[27/10, 21:19] Daruz Armedian:
Game.
Game hari ini masih mobile legends. Belum ke AOV.

[27/10, 21:23] ‪Akbar Maulana:

Tidak menjadi candu kak?

[27/10, 21:24] Daruz Armedian:
Sejauh ini nggak. Aku gak terlalu terobsesi untuk meningkatkan level di dalam game.

[27/10, 21:23] ‪Akbar Maulana:

Aku harap opini menular dalam diriku. Biar game gak jadi candu bagiku.

[27/10, 21:23] ‪Akbar Maulana:

Waktu dulu sempat diskusi di tempat sebelah, kak Daruz pernah menulis cerpen tribute untuk Eko seperti Dea Anugrah kalo gak salah. Kenapa bisa? Hehhe.

[27/10, 21:28] Daruz Armedian:
Ya, aku merasa utang budi pada keduanya. Aku awal-awal banyak niru gaya bahasa mereka di dalam cerpen.

***


[27/10, 21:22] ‪Putri Mawadah:
Permisi. Saya juga mau nanya dong, hehe.
Apa yang membuat Kak Daruz tetap menulis sampai saat ini?

____________________________________________

Walau pertanyaan serupa sudah dijawab Kak Daruz di awal obrolan, tapi tetep lho dilayani jawabannya. Orang baik. ๐Ÿ˜Š

Oh ya, beberapa dari teman-teman banyak yang baru ditambahkan ke grup, sehingga cukup banyak obrolan penting yang terlewatkan oleh mereka yang baru nimbrung. Itu jadi salah satu penyebab dari repetisi pertanyaan.
____________________________________________

[27/10, 21:22] Daruz Armedian:
Nggak tau put. Ya kosong aja rasanya kalo gak nulis.

[27/10, 21:23] Daruz Armedian:
Tapi memang ada sih keinginan untuk menjadi penulis, sejak SMA keinginan ini muncul.

[27/10, 21:25] ‪Putri Mawadah‬:
Apa Kak Daruz sudah merasakan menjadi penulis?

[27/10, 21:25] Daruz Armedian:
Kadang, sudah. Kadang, belum.

***


[27/10, 21:26] NAC Nissya:
Kak, sesuai tema hari ini. Bagi-bagi tips dong bagaimana proses kreatif menulis cerpen dan puisi.
Selain banyak membaca cerpen dan puisi itu sendiri.

[27/10, 21:28] Daruz Armedian:
Awalnya niru-niru gaya orang lain menulis cerpen. Juga puisi. 

[27/10, 21:29] NAC Nissya:

Semacam ATM yaa...

[27/10, 21:29] Daruz Armedian:
Iya. Nah, itu.๐Ÿ˜

____________________________________________

Bagi teman-teman yang ingin mengulik lebih jauh tentang apa itu ATM dalam ilmu kepenulisan, silakan klik tautan di bawah ini, ya: ๐Ÿ˜Š
Apa itu ATM?
___________________________________________

***


[27/10, 21:30] MS Wijaya:
Eh kali ini aku mau tanya serius.

Kan biasa nulis cerpen dan puisi. Berarti kan biasa nulis yang pendek-pendek. Tadi bilangnya Kak Daruz sedang garap proyek Novel. Sempat kelabakan nggak sih??

Kan ibaratnya kalau puisi itu nafasnya pendek, sedang novel itu panjang.

Soalnya aku ngalamin untuk novel aku yg di garap saat ini, semacam kehabisan nafas. 

Soalnya kan Novel panjangnya 30.000 kata lebih..

Ada triknya nggak??

[27/10, 21:32] Daruz Armedian:
Iya. Kelabakan betul. Terbiasa menulis dg alur yg singkat, kemudian beralih ke alur yg panjang itu susah banget. Satu bab itu udah pengen banget ngakhirin.

[27/10, 21:32] Daruz Armedian:
Belum ketemu triknya. Soalnya ini juga belum selesai.

***

[27/10, 21:30] ‪N. Gilang‬:
Tanya dong. Kan sekarang lagi marak banget ekranisasi baik itu novel maupun puisi, apakah ekranisasi yang  hanya mengambil "Piece" tertentu adalah bentuk writerpreneur atau hanya sekadar kapitalisasi sastra? Ingin tahu sudut pandang praktisi sastra ๐Ÿ˜Š๐Ÿ˜Š

[27/10, 21:33] Daruz Armedian:
Kapitalisasi tentu ada ya. Di bagian mana pun. Ya boleh jadi begitu.

[27/10, 21:34] Daruz Armedian:
Tapi ada juga yang gak begitu.

***

[27/10, 21:36] ‪Akbar Maulana:
Kak, nyonthong.com itu menerima naskah yang seperti apa? Apa yg membedakan dari media lain mungkin?

[27/10, 21:37] Daruz Armedian:
Sama sih. Hanya saja tayang tiap hari.

[27/10, 21:37] Daruz Armedian:
Untuk sekarang libur dulu.

***

[27/10, 21:37] MS Wijaya:
Kak Daruz, aku sering dapet curhat dari teman sesama penulis pemula yang suka pesimis dengan tulisan mereka. Padahal menurutku tulisan mereka udah bagus.

Ada nggak sih tipsnya agar kita lebih confident dengan tulisan kita sendiri?

[27/10, 21:39] Daruz Armedian:
Aku pun begitu. Setiap yang kutulis awalnya bagus, tiba-tiba kubaca di hari depan, jadi terasa jelek. Apalagi kalo baca tulisan orang lain yang bagus banget. Ya, yang bisa kulakukan adalah menulis terus.

[27/10, 21:39] Daruz Armedian:
Dengan menulis terus, yang kita banggakan bukan tulisan kita. Tapi proses kita dalam menulis.

[27/10, 21:41] Daruz Armedian:
Tapi ya kalo di sudut pandang yang lain: gak ada yang boleh kita banggakan dari diri kita yang hina ini. Wqwq

[27/10, 21:45] Dymar Mahafa:
Ada yang pernah bilang: kalo ngerasa kurang sreg sama tulisan lama, itu artinya kak Daruz makin naik kelas.
Mungkin temen2 di sini juga ngrasain hal yg kurang lebih sama.
Dan lebih bagus lagi kalo dibarengi dengan niatan untuk berbenah.

[27/10, 21:46] Daruz Armedian:
Banyak yg mengalami itu. Tos dulu.

***

[27/10, 21:42] ‪Putri Mawadah‬:
Menurut Kak Daruz penting gak sih menyelipkan humor ke dalam cerita?

[27/10, 21:44] Daruz Armedian:
Tergantung sih put. Kalo Jokpin, Gunawan Tri Atmojo, pastilah menjawab penting. Raditya Dika pastilah menjawab sangat sangat penting. Tapi, Sapardi atau Gunawan Muhammad, tentulah akan beda menjawabnya.

[27/10, 21:45] Daruz Armedian:

Soalnya kadang ada cerita yang gak perlu dikasih humor. Kalaupun dikasih, nanti malah mengganggu. Ada juga cerita yang wajib dikasih humor.

[27/10, 21:45] ‪Putri Mawadah:
Kalau Mas sendiri, gimana?

[27/10, 21:46] Daruz Armedian:
Belum penting, put. Rata-rata tulisanku gak ada yg bahagia. Atau yg bikin ketawa.

[27/10, 21:47] Daruz Armedian:
Kalo kumasukin humor, jadi aneh.

[27/10, 21:47] Hiday Nur:
Ada kok. Buatmu enggak. Buatku sebagai pembaca, iya.

[27/10, 21:47] Daruz Armedian: ๐Ÿ™ˆ

____________________________________________
Dia tersipu-sipu malu rupanya... ๐Ÿ˜
____________________________________________

***

[27/10, 21:46] NAC Dita Dyah:
Mas Daruz, punten baru masuk kelas.
Gimana sih caranya bikin feel kuat lewat tulisan? Apakah harus mendayu-dayu?

[27/10, 21:47] Daruz Armedian:
Pernah baca tulisan yang feel-nya kuat? Di mana? Punya siapa?

[27/10, 21:50] Daruz Armedian:
Tulisan kuat feel-nya itu kadang tergantung pembacanya kok. Pas kita lagi sedih, terus baca tulisan yang sedih-sedih, biasanya akan muncul kalimat: ih, ini aku banget yaaaa. 

Padahal tulisan itu pas kita baca dalam keadaan bahagia: loh, kok gini banget ya tulisannya. Alay deh.

Nah, jadi siapa yg ngasih feel? Aku kira masih pembacanya sih.

[27/10, 21:52] NAC Dita Dyah:
Mau nanya lagi, kok mas Daruz bisa nulis puisi secara bertingkat kronologisnya?

[27/10, 21:54] Daruz Armedian:
Berangkat dari keterbiasaan nulis cerpen.

[27/10, 21:55] NAC Dita Dyah:
Wah luar biasa, jadi bisa belajar dari cerpen ya yang kronologisnya bertingkat?

[27/10, 21:56] Daruz Armedian:
Nulis cerpen kan belajar berbahasa yang runtut. Punya alur gitu minimal.

***

[27/10, 21:50] MS Wijaya:
"Sastrawan melawan bahasa-bahasa yang lalu. Lalu mereka menciptakan (bahasa) hal yang baru."
Sebagai seorang penulis dan editor Kak Wqwq setujukah dengan pernyataan tersebut?

[27/10, 21:52] Dymar Mahafa:
Kak Wqwq? ๐Ÿคฃ

__________________________________________
Kenapa kak Daruz dipanggil dengan sebutan "kak Wqwq" oleh Bang Iyan? Ini sejarahnya panjang. ๐Ÿคฃ 
Kulik penjelasannya di sini:
Bonus (Part 3) : Obrolan Retjeh Kelas Malam Minggu Bareng Daruz
_________________________________________

[27/10, 21:53] Daruz Armedian:
Gak harus setuju sih. Ada sastrawan yang memakai bahasa apa yg ada di KBBI. Sastrawan yg membuat bahasa baru sih malah sedikit, menurutku.

***

[27/10, 21:50] ‪Putri Mawadah‬:
Nanya lagi deh ๐Ÿคฃ, Kak Daruz ini dalam sehari biasanya membaca berapa halaman dalam satu buku? Emm.. masuk ke tipe yang sekali baca udahan, atau yang bacanya lama karena lama di memahami isi buku?

[27/10, 21:51] Daruz Armedian:
Yang kewajiban, lima buku sebulan. Soalnya ini bagian dari kerja. Proofreader.๐Ÿคฃ๐Ÿคฃ
Yang gak kewajiban, gak tentu sih. Ya sebulan pasti adalah. Tapi ya gitu, kadang males banget.

[27/10, 21:52] Daruz Armedian:
Tergantung bukunya: ada buku yg pengen banget kuselesaiin sekali duduk. Ada yang berbulan-bulan. Wqwq.

[27/10, 21:53] Hiday Nur:
Kamu bacanya buku genre apa aja, Ruz? Beberapa bulan terakhir ini khususnya?

[27/10, 21:54] Daruz Armedian:
Sejarah mbak. Sapiens, Homo Deus.

***

[27/10, 21:57] MS Wijaya:
Kalau puisi nulisnya tergantung mood nggak Kak Wqwq??

[27/10, 21:59] Daruz Armedian:
Iya. Wkwkwkwk. Tapi ada yg gak sih. Ada tulisan yang kupaksakan walau gak mood.

***

[27/10, 21:56] Hiday Nur:
Oiya aku mau nanya agak Out Of Topic dong. Musik dan film.

[27/10, 21:58] Hiday Nur:
Bicara musik. Kamu orangnya musikal kan ya. Seberapa banyak musik kasih inspirasi atau sumbangan apapun buat tulisanmu?

[27/10, 21:59] Hiday Nur:
Film? Begitu jugakah?

[27/10, 22:00] Daruz Armedian:
Lagu-lagu star and rabbit. Ada puisi-puisiku yg terinspirasi dari klip lagu. Terakhir di koran tempo. Aku angkat dari klip Alan Walker, Faded.

[27/10, 22:01] Hiday Nur:
Hmm... Kamu musikal sejak di kampung dulu?

[27/10, 22:02] Daruz Armedian:
Iya. Awal-awal malah nulis lagu dulu. Wqwq. Ngakak.

***

[27/10, 22:00] MS Wijaya:
Rekom film dong Kak Wqwq ๐Ÿ˜‚....

[27/10, 22:00] Daruz Armedian:
Film, into the wild, bagus.

[27/10, 22:01] Dymar Mahafa:
Into the wild, berkisah tentang apa kak?

[27/10, 22:01] Daruz Armedian:
Tentang orang yg putus asa sama masyarakatnya. Ia pergi ke alam liar. Membakar uangnya dan barang-barang yg lainnya.

[27/10, 22:03] Dymar Mahafa:
Hm.. mirip sama buku berjudul "The Monk Who Sells His Ferarry". Mungkin hanya beda inti konflik.

[27/10, 22:03] Daruz Armedian:
Iya betul.

[27/10, 22:02] Daruz Armedian:
https://youtu.be/cl4cLEToPfc
Ini salah satu lagu di into the wild.

[27/10, 22:03] Daruz Armedian:
33, film dari Chile. Itu juga bagus.

[27/10, 22:03] Daruz Armedian:
Atau perfume. Film Prancis. Diangkat dari novel. Ini bagus banget.

***

[27/10, 22:03] MS Wijaya:
Kalau nulis puisi, tuangkan yg ada dikepala dulu. Diksi diolah kemudian.
Atau keduanya langsung?

[27/10, 22:04] Daruz Armedian:
Keduanya langsung. Apalagi kalau menemukan momen puitik.

[27/10, 22:04] MS Wijaya:
Sambil buka-buka KBBI kah?

[27/10, 22:05] Daruz Armedian:
Jarang sih

[27/10, 22:06] MS Wijaya:
Rima menurut Kak Daruz Armedian⁩ penting nggak dalam berpuisi?

[27/10, 22:06] Daruz Armedian:
Nggak terlalu. Soalnya, kalo mengejar rima, biasanya malah terkesan memaksakan bahasa.

***

[27/10, 22:07] ODOP Sakifa:
Katanya ada kecenderungan orang yang bisa jadi editor sulit jadi penulis yang baik. Begitu juga sebaliknya. Tapi Daruz Armedian⁩ bisa jadi keduanya sekaligus.

[27/10, 22:08] Daruz Armedian:
Iya. Ini pertanyaan yg bagus. Semenjak jadi editor, jadi mikir-mikir mau nulis. Jadi ngerasa, lho ini bagusnya gini, ini harusnya gini. Pokoknya mikirnya lama kalo mau nulis. Tapi kemudian, ya kan aku pengen nulis sesukaku. Akhirnya, ya tetep nulis.

[27/10, 22:10] MS Wijaya:
Berarti saat nulis memposisikan diri sebagai penulis. Saat menyunting jadi editor gitu...
Wahww daebak.. ๐Ÿ‘๐Ÿผ๐Ÿ‘๐Ÿผ๐Ÿ‘๐Ÿผ

[27/10, 22:11] Daruz Armedian:
Iya mas. Kalo posisi jadi editor, nulisnya gak jadi-jadi.

***

[27/10, 22:12] Hiday Nur:
Tulisanmu terbaca spontan. Kukira memang begitu prosesmu menulisnya? Atau itu sebenarnya proses panjang mikirnya tapi terbaca seperti spontan?

[27/10, 22:13] Hiday Nur:
Udah habis itu kalimat penutup deh.

[27/10, 22:14] Daruz Armedian:
Oh, spontan nulisnya ya? Ya dong pun. Pertanyaannya juga spontan.

[27/10, 22:15] Daruz Armedian:
Tapi kayaknya jarang ada salah ketik ya mbak tulisanku? Wqwq.

[27/10, 22:15] Hiday Nur:
Hih mulai songong๐Ÿ˜‚๐Ÿคฃ

[27/10, 22:15] Daruz Armedian:
Ya dong yaaa. Terbiasa jadi pemeriksa aksara je.

____________________________________________
Oke, gaes. Kita udah ada di penghujung acara. Jam sudah menunjukkan pukul 22:15 WIB. Karena narasumber kita sedang terburu-buru, ada janji dengan seseorang untuk merampungkan penggarapan naskahnya. Orang sibuk, maklum.

Iya, garap naskah. Kalian kira apa? Kencan malming? Ha3x... maaf penonton kecewa. ๐Ÿคฃ
____________________________________________

[27/10, 22:17] Hiday Nur:
Ada fatwa? Petuah? Wasiat terakhir?

[27/10, 22:18] Daruz Armedian:
Jangan ah mbak. Nanti aku jadi tukang khotbah.

[27/10, 22:18] Daruz Armedian:
Yuk nulis aja.

[27/10, 22:18] Daruz Armedian:
Scribo Ergo Sum
Aku menulis maka aku ada.
(KH. Zainal Arifin Thoha)

***

[27/10, 22:19] Daruz Armedian:
Makasih ya temen-temen. Mohon maaf kalau ada salah kata atau ada soal yang belum kujawab. Terima kasih.๐Ÿ™

[27/10, 22:20] Hiday Nur:
Sama-sama Ruz. Jangan kapok ya.

[27/10, 22:20] Dymar Mahafa:
Terima kasih sekali kak Daruz atas ilmu yang begitu wqwq (#halah).
Sukses selalu. Jangan lupa makan sayur dan buah...

[27/10, 22:21] Daruz Armedian:
Makasih. Dikirimin kamu sayur dan buah kayaknya lebih enak.
____________________________________________
O-o? ๐Ÿ˜… persepsi yang cukup ambigu...
____________________________________________


[27/10, 22:21] MS Wijaya:
Gomawoo Kak Wqwq... ditunggu novelnya. Barakallah.. 
 ๐Ÿ’ƒ๐Ÿผ

[27/10, 22:23] ‪Putri Mawadah:
Terima kasih teman-teman NAC yang sudah menyediakan ruang untuk malam Mingguku. ❣
Mbak Hiday, makasih yaaaaa ๐Ÿ’• nuhun pake banget.

[27/10, 22:24] ODOP Bunda Nabhan‬: Terimakasih Mba Hiday dan mas Daruz, Malming nya bermanfaat๐Ÿ˜Š

[27/10, 22:26] ‪ODOP Anggia:
Terima kasih NAC, mba Hiday, mas Daruz
Materi kueren❤❤❤
Malam ahad berkualitas๐ŸŒŸ

[27/10, 22:39] ODOP Heru:
Terima kasih.

***
___________________________________________
Daruz pamit.
___________________________________________

[27/10, 22:21] Daruz Armedian:
Udah dulu ya.

[27/10, 22:21] Daruz Armedian:
Aku keluar apa dikeluarin ini mbak?
Kok jadi bingung.

[27/10, 22:22] Hiday Nur:
Kamu maunya keluar sendiri apa kutendang๐Ÿ˜‚

[27/10, 22:22] Daruz Armedian:
Aku keluar sendiri aja. Mandiri kok. ๐Ÿ˜˜

__________________________________________
Dan tiba-tiba Daruz bilang... ๐Ÿคฃ

Screenshot obrolan dari ponsel pribadi milik Mbak Hiday Nur.

***

Begitulah akhirnya acara kami tutup dengan ucapan syukur. Terima kasih banyak untuk Daruz Armedian dan teman-teman peserta kelas malam minggu yang telah menyempatkan waktunya untuk on-line. Semoga bisa berbincang kembali seputar kepenulisan di lain waktu, ya.

Kesimpulannya adalah bahwa sejatinya keterbatasan itu bukanlah alasan untuk kita mengeluh tidak bisa menulis. Contohnya, Daruz Armedian. Di tengah keterbatasan dan keadaan lingkungan yang kurang mendukung, Daruz tetap gigih dan terus menulis. Karena dia berpegang pada prinsipnya, dan itu yang terpenting.

Bukan untuk pamer, bukan hanya sekedar sebagai trend atau gaya-gayaan semata, dan bukan pula untuk mencari ketenaran.

Tetapi menulis adalah proses penyembuhan. Writing is a healing process. Seperti kata Daruz yang mengutip kata-kata Zizek, "Menulis menyelamatkan hidupku."

Gitu ya, gaes. Semoga dari kalian juga bisa mengambil apa yang baik untuk kemudian dijadikan sebagai motivasi/ teladan/ panutan, dan juga sebagai sarana berbenah diri. Sehingga nantinya dapat menghasilkan tulisan-tulisan yang berkualitas, dan tentunya bermanfaat untuk sesama. Amin.

Terima kasih banyak. 

Adios.

***

Special thanks to: Mbak Hiday Nur.

Postingan ini dipersembahkan untuk:
1. One Day One Post Community
2. Nulis Aja Community
3. Para pembaca blog NAC yang terkasih

1 komentar

© Sanggar Caraka
Maira Gall